2/13/2019

Catatan Kelam yang Diutarakan

Masa lalu kelam sering menghantui, sebab penerimaan belum sepunuhnya menguasai hati.
Mungkin masih ada sesal dan kecewa sebab luka masalalu itu lah yang membuat semuanya enggan beranjak tinggalkan kepala untuk membuat kita melupa.
Kalian yang mengenalku atau mungkin hanya teman saling berfollow di ig mungkin pernah membaca caption di salah satu postinganku di instagram tentang kolong meja.
cerita tentang seorang anak yang berusaha kabur dari rumah membawa baju menggunakan kantong plastik dan bersembunyi di kolong meja hingga akhirnya niat atas tindakannya diketahui dan aksinya gagal.
anak berusia 8 tahun itu kini hampir memasuki usia 1/4 abadnya, namun kenangan itu masih saja menghantuinya. entah karena belum mampu menerima luka di masalalunya atau karena belum mampu memaafkan segala hal yang pernah dialaminya. namun, tidakan semasa kecil yang menurutnya hanya kenangan pahit masa lalu itu, kini direalisasikannya.

Pergi dari rumah adalah pilihannya yang kini diambilnya. bukan tanpa sebab, masalah kecil namun cukup serius sedang menimpanya. yang mana menurutnya jika dibiarkan saja hanya akan mengulang kejadian serupa.
Dia pergi bukan dengan amarah, kecewa tengah melingkupi hatinya. menyalahkan takdir namun ia tak bisa. menyalahkan manusia hanya akan menambah lukanya.
Entah bagaimana kemudian ia menjalani hidupnya.

2/03/2018

Kita Tidak Bisa Memilih Dari Keluarga Mana Kita Dilahirkan

Sudah lama sekali rasanya ingin menulis terkait ini, sang inspirasi selalu merajuk untuk dituangkan dalam sebuah tulisan, namun entah mengapa pikiran dan jemari tak bisa diajak kompromi, sehingga menyisakan judul ini kosong tak berpenghuni.
Namun disinilah aku saat ini, mencoba meluapkan apa yang diingini sang inspirasi.
Sebagai seorang gadis yang dilahirkan dari keluarga yang biasa saja, jauh sekali dari kesempurnaan, banyak sekali gejolak hati yang tak tertahan terkait dengan masalah kekeluargaan, meskipun terkadang nurani memberi pembelaan bahwa tak ada satu pun keluarga yang ditakdirkan dengan kesempurnaan, melainkan mereka sendiri yang menjadikan keluarga mereka sempurna. Setidaknya sempurna di mata mereka sendiri, bukan dalam sudut pandang orang lain.
Kau lihat mereka yang memiliki kedua orang tua yang kaya raya, baik hati, sangat menyayangi buah hati mereka. Di tengah kesibukan mereka dalam hal pekerjaan, masih saja menyempatkan untuk memberikan waktu terbaik kepada sang buah hati. Anak-anak mereka tumbuh menjadi anak yang paling pintar di antara teman-temannya karena mereka mendapatkan fasilitas terbaik untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka. Namun merekakah keluarga yang sempurna itu ?
Atau, bagaimana dengan mereka yang tidak cukup kaya, namun kebahagiaan selalu terpancar dari wajar mereka setiap kali orang lain melihatnya ?
Terkadang aku memiliki pertanyaan yang sebenarnya sudah ku ketahui jawabannya namun tetap saja mampu mengusik pikiran.
 Apakah sebenarnya tolak ukur kebahagiaan dalam sebuah keluarga ? materi kah ? atau kasih sayang yang berlimah dalam keluarga tersebut ?
Karena sebelumnya aku bilang mengetahui jawabannya, maka akan aku beri tahu kalian jawabanku, namun jika bagi kalian jawaban ini kurang tepat, tolong beri tahu aku ya.. karena terkadang aku masih kesulitan mendefinisikan kata bahagia dalam sebuah keluarga.
Baiklah, bagiku, materi bukanlah factor utama dalam menentukan kebahagian, karena banyak juga kutemukan keluarga yang tidak cukup bahagia meski mereka memiliki materi yang berlimpah. Kasih sayanglah yang menjadi factor penting dalam kebahagian sebuah keluarga. Kasih sayang yang melimpah akan memberikan kebahagiaan.
Okey, selesai lah ya persoalan tolak ukur, selanjutnya aku masih membahas terkait keluarga.
Pernah gak kalian merasa bahwa kalian membenci sebuah sifat atau karakter dalam diri kalian, yang mana sifat itu adalah turunan dari orang tua kalian ?
Jika itu sifat atau karakter baik bukan masalah lah yaaa? Tapi bagaimana klo itu sifat buruk ?
Gak ada manusia yang diciptakan dengan kesempurnaan kan ? termasuk di dalamnya karakter buruk yang ada dalam tiap individu.
Pernah gak kalian membenci sifat buruk yang kalian tau bahwa sifat itu emang dah ada dalam keluarga kalian ? (sifat turunan) kalian ingin membuang sifat buruk itu, tapi kalian gak bisa. Sulit sekali rasanya.
Lalu apa yang kalian lakukan ?
Jujur, bertahun-tahun lamanya aku hidup dalam belenggu itu. Belenggu kebencian yang terus menghantui, menibulkan berjuta pertanyaan yang tak pernah terjawabkan.
Kenapa aku harus dilahirkan dari keluarga ini ? kenapa aku harus menurunkan bibit sifat buruk dari orang tua ku ? kenapa ???
Sampai sini, adakah dari kalian yang mau memberikan jawabannya padaku ?
Aku tahu, meski tak sesering aku kala itu, kalian juga pernah pada suatu waktu mengajukan pertanyaan tersebut ke Tuhan. Iya kan ?
Maaf bila ku salah, tapi biarkan aku memberitahu kalian jawaban yang kudapat entah dari mana, entah kapan pastinya jawaban itu menghampiriku. Namun aku berterima kasih pada Tuhan karena berbaik hati membisikan jawaban itu melalui perantaranya yang entah siapa.
Kita tidak bisa memilih dari keluarga mana kita dilahirkan, bukan ?
Sama halnya kita tidak bisa memilih dengan siapa kita akan duduk dalam angkutan kota yang membawa kita menuju tempat kerja, atau sama halnya dengan kita tidak bisa memilih driver online mana yang akan mengantar kita ke tempat tujuan saat kita menekan tombol order pada aplikasi transportasi online dari handphone kita. Singkatnya, itu misteri Tuhan.
Begitulah, kita tidak bisa memesan pada Tuhan untuk dilahirkan dari keluarga kaya, penuh dengan sifat kelemah lembutan, penuh dengan sifat kasih sayang. Tidak bisa !
Lalu saat semua justru terjadi bertolak belakang dari apa yang kita inginkan, bolehkan kita mengomel pada Tuhan ? bolehkan kita mencaci Tuhan karena tidak memberikan yang kita inginkan ?
TIDAK !!!!
Karena apa ? Karena Tuhan lebih tau apa yang terbaik untuk kalian.
Itu jawaban terbaik yang saat ini kumiliki. Tidak akan ada pertanyaan lain selama kalian percaya pada jawaban tersebut. Karena jawaban itu yang membuatku berhenti bertanya, mengapa aku harus dilahirkan di keluarga ini ?
Setelah aku berhenti bertanya, aku menyadari bahwa keluargaku adalah keluarga yang sempurna. Semoga kalian juga demikian.

😊

1/18/2018

Sebuah Perjalanan


Saat ini aku masih dalam perjalananku.
Perjalanan yang tak kuketahui kapan bisa kuakhiri. Berhenti sejenak adalah pilihanku untuk sekejap berpikir, menentukan pilihan langkah mana yang akan kutentukan untuk langkah selanjutnya. Pada sela pemberhentian ini, aku tolehkan pandanganku ke belakang, bukan untuk meratapi apa saja yang sudah kulalui, kutinggalkan, dan kubiarkan, melainkan untuk mengambil setiap pelajaran dari setiap kejadian yang sudah terjadi dan kulewati.

dan ya....
Aku menemukan senyuman itu.
Senyuman kebahagian yang pernah terlukis indah. Senyuman yang amat tulus terpancar dari sebuah wajah yang tidak sama sekali menyadari bahwa senyum itu yang kemudian akan merampas sebagian kebahagiannya.

Aku juga menemukan tawa itu.
Tawa lepas yang tidak memperdulikan apapun selain perasaan bahagia yang dirasanya kala itu. Tawa yang seakan tak peduli pada apapun yang akan terjadi kemudian. baginya, cukuplah tawa itu menjadi saksi akan betapa bahagia dirinya ada di sana kala itu.

Aku juga menemukan tangis itu.
Tangis penyesalan akan kepergian seorang yang amat terkasih. tangis kehilangan sosok yang amat tercinta. Sebuah Perpisahan.
Sering kali tangis disebabkan perpisahan yang terjadi. perpisahan yang seharusnya bisa dengan mudah ia ikhlaskan karena telah diketahui sebelumya bahwa perpisahan itu pasti akan terjadi, namun apalah daya hati dan mata yang tak mampu membendung semuanya dalam diam.

Dan aku juga menemukanmu.
Iya, kamu.....
Sosok yang awalnya kuyakini sebagai tempat pemberhentian terakhirku hingga sebuah kejadian menyadarkanku bahwa diriku salah. Bukan Kamu.!
Sama sekali bukan kamu tempat pemberhentian terakhirku. tidak mudah kala itu kurasa, namun entah bagaimana aku bisa melaluinya. tapi, bukankah itu yang namanya kehidupan ? kita sama sekali tidak menyangka apa yang akan terjadi kemudian dan bagaimana kita menghadapinya. Semua berjalan mengikuti arus yang memang sudah ditentukan. Halangan apapun yang menghadang, akan bisa dilalui selama kita percaya bahwa yang demikian itu bukanlah jalan buntu.

ahh, hampir saja aku terhanyut oleh semua kenangan tentang kamu. Tapi tidak, tidak ada alasan untuk hanya diam mengenang semuanya secara berlarut. Aku menoleh ke belakang hanya untuk mengambil segala hal yang bisa kujadikan pelajaran, juga untuk mengambil energi positif untuk meyakinkan diri bahwa aku adalah seorang yang tangguh karena berhasil melewati semua itu, untuk selanjutnya memberikan keyakinan kuat bahwa aku pasti akan bisa melewati hal apapun yang akan aku hadapi kemudian.

Cukup!!! Energi positif itu telah kuresap ke dalam diri. saatnya untuk kembali melangkahkan kaki untuk perjalanan yang baru.

Dari masa lalu aku bisa belajar banyak hal untuk selalu mengusahakan tidak pernah melakukan kesalahan yang sama seperti sebelumnya.

Aku menyapa masalalu bukan untuk kembali, hanya sebuah usaha berdamai dengan diri sendiri :)